Minggu, Juni 29, 2025

Analisis Likuiditas Perbankan dan Perekonomian




Keterangan: Grafik M1: Uang beredar dalam arti sempit (uang kartal + tabungan giro) – garis abu-abu. M2: Uang beredar dalam arti luas (M1 + deposito berjangka, tabungan, dll) – garis biru. Uang Kuasi: Instrumen simpanan berjangka/tabungan yang mudah dicairkan tapi bukan alat pembayaran langsung – garis merah. Sumbu vertikal: Pertumbuhan tahunan (yoy, %). Periode: 2020–2025.

Grafik perkembangan likuiditas perbankan dan perekonomian Indonesia selama periode 2020 hingga 2025 menunjukkan dinamika yang erat kaitannya dengan kebijakan moneter dan perilaku masyarakat dalam menyimpan dana. Pada awal pandemi COVID-19, pertumbuhan M1 (uang beredar dalam arti sempit) dan M2 (uang beredar dalam arti luas) melonjak tajam, bahkan sempat melampaui 15–20%. Lonjakan ini merupakan hasil dari kebijakan moneter yang sangat longgar, seperti penurunan suku bunga dan stimulus likuiditas yang agresif, guna mendorong perekonomian di tengah ketidakpastian. Pada saat yang sama, pertumbuhan Uang Kuasi juga tinggi, menandakan bahwa masyarakat lebih memilih menabung dalam bentuk deposito atau tabungan berjangka sebagai langkah antisipatif terhadap risiko ekonomi.

Seiring pemulihan ekonomi pada 2021–2022, pertumbuhan M1 dan M2 mulai menurun, walaupun masih berada di zona positif. Hal ini mencerminkan proses normalisasi likuiditas, di mana kebijakan moneter secara bertahap mulai diketatkan dan kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi membaik. Di sisi lain, pertumbuhan Uang Kuasi mulai menurun karena masyarakat dan pelaku usaha mulai mengalihkan dana dari simpanan ke konsumsi atau investasi, seiring meningkatnya optimisme terhadap pemulihan ekonomi.

Memasuki periode 2023–2025, tren pengetatan semakin jelas. Pertumbuhan M1, M2, dan Uang Kuasi melambat tajam, bahkan Uang Kuasi hanya tumbuh 1,52% di awal 2025, sementara M2 dan M1 masing-masing turun ke 4,88% dan 6,32%. Kondisi ini menunjukkan bahwa likuiditas perbankan dan ekonomi secara keseluruhan menjadi semakin terbatas, sejalan dengan kebijakan moneter yang lebih ketat. Stabilitas pertumbuhan uang beredar tanpa lonjakan besar memang positif untuk pengendalian inflasi, namun juga mengindikasikan pengetatan likuiditas yang signifikan.

Secara kritis, tren penurunan likuiditas ini membawa sejumlah implikasi penting. Likuiditas yang makin ketat dapat membatasi kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit baru, sehingga berpotensi menahan laju pemulihan atau pertumbuhan ekonomi di masa depan. Jika permintaan kredit tetap tinggi tanpa dukungan likuiditas yang memadai, tekanan pada suku bunga pinjaman bisa meningkat dan memperlambat ekspansi sektor riil. Di sisi lain, pengetatan likuiditas efektif untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, namun harus diimbangi agar tidak menekan pertumbuhan ekonomi secara berlebihan. Penurunan Uang Kuasi juga menandakan berkurangnya minat masyarakat untuk menyimpan dana dalam bentuk deposito atau tabungan berjangka, yang bisa dipicu oleh suku bunga rendah atau kebutuhan konsumsi dan investasi yang meningkat. Jika tren ini berlanjut, risiko likuiditas perbankan dapat meningkat, terutama jika terjadi penarikan dana secara besar-besaran.

Selain itu, fluktuasi M1 dan M2 pada awal periode grafik mencerminkan tingginya ketidakpastian ekonomi dan perubahan perilaku masyarakat dalam menyimpan uang selama masa krisis. Meski stabilitas di akhir grafik bermanfaat untuk pengendalian inflasi, perlu diwaspadai potensi stagnasi ekonomi akibat likuiditas yang terlalu ketat. Dengan demikian, tren menurunnya pertumbuhan likuiditas pasca pandemi mencerminkan normalisasi dan pengetatan moneter. Jika tidak diimbangi inovasi penghimpunan dana dan efisiensi penyaluran kredit, perbankan bisa menghadapi risiko likuiditas dan ekonomi nasional berpotensi melambat. Otoritas moneter perlu menjaga keseimbangan antara stabilitas (pengendalian inflasi dan likuiditas) dan dorongan pertumbuhan (kredit dan investasi), serta meningkatkan daya tarik produk simpanan perbankan agar dapat menopang intermediasi dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Tidak ada komentar: