Sabtu, September 27, 2025

Financial Stress Index

The OFR Financial Stress Index (OFR FSI): Gambaran harian berbasis pasar tentang stres di pasar keuangan global. Indeks ini disusun dari 33 variabel pasar keuangan, seperti selisih imbal hasil, ukuran valuasi, dan suku bunga. OFR FSI bernilai positif ketika tingkat stres di atas rata-rata, dan negatif ketika tingkat stres di bawah rata-rata.

 

Tahun 2025


Berdasarkan data yang tersedia pada 7 April 2025, pasar keuangan global menunjukkan tanda-tanda tekanan yang meningkat:

o   Pasar saham global mengalami penurunan tajam, terutama indeks utama di Wall Street, seperti Dow Jones Industrial Average, Nasdaq Composite, dan S&P 500, yang ditutup jauh lebih rendah.

o   Perang tarif yang berkelanjutan antara AS dan Tiongkok menjadi faktor utama yang membebani pasar global, dengan saham-saham yang terkait dengan Tiongkok mengalami penurunan signifikan.

o   Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun, karena investor mengantisipasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve.

o   Indeks volatilitas CBOE (VIX) melonjak tajam, mengindikasikan peningkatan ketakutan di pasar.

 Tahun 2006-2024


2006-2008: Pra-Krisis dan Krisis Keuangan Global

  • Event: Periode pra-krisis yang ditandai dengan gelembung perumahan AS dan kemudian pecahnya gelembung tersebut, yang memicu Krisis Keuangan Global pada tahun 2008.
  • Faktor Pemicu:

o   Subprime Mortgage Crisis: Peningkatan pinjaman hipotek berisiko tinggi (subprime mortgages) menyebabkan lonjakan default ketika harga rumah mulai turun, menekan sistem keuangan.

o   Kegagalan Lembaga Keuangan: Runtuhnya bank investasi besar seperti Lehman Brothers dan bail out lembaga lain menciptakan ketidakpastian ekstrem.

  • Dampak pada Yield Spread: Spread melebar tajam (terutama spread kredit) karena investor mencari aset yang lebih aman ("flight to quality"), meningkatkan permintaan obligasi pemerintah AS dan mendorong turun yield obligasi yang dianggap lebih berisiko. Kurva imbal hasil mungkin juga mengalami inversi sebagai indikator resesi yang akan datang.

2009-2015: Pasca-Krisis dan Era Kebijakan Moneter Longgar (Quantitative Easing)

  • Event: Resesi Besar (Great Recession) diikuti oleh periode pemulihan yang lambat.
  • Faktor Pemicu:

o   Quantitative Easing (QE) oleh Federal Reserve: Untuk menstimulasi ekonomi dan menekan biaya pinjaman, The Fed melakukan pembelian besar-besaran obligasi pemerintah dan aset lainnya, yang cenderung menurunkan yield.

o   Inflasi Rendah: Pemulihan ekonomi yang lambat dan kapasitas berlebih menahan tekanan inflasi, sehingga investor tidak menuntut premi inflasi yang tinggi pada obligasi.

  • Dampak pada Yield Spread: Spread cenderung menyempit relatif terhadap puncaknya pada krisis, namun tetap bergejolak seiring dengan kekhawatiran seputar pertumbuhan ekonomi dan efektivitas QE.

2016-2019: Normalisasi Kebijakan dan Peningkatan Suku Bunga

  • Event: Periode pertumbuhan ekonomi yang stabil dan The Fed mulai secara bertahap menaikkan suku bunga.
  • Faktor Pemicu:

o   Peningkatan Suku Bunga Federal Funds Rate: The Fed mulai menormalisasi kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga acuan, yang cenderung mendorong kenaikan yield obligasi jangka pendek.

o   Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat: Kondisi ekonomi yang membaik mengurangi persepsi risiko, sehingga spread kredit mungkin menyempit.

  • Dampak pada Yield Spread: Peningkatan suku bunga dapat menyebabkan volatilitas dalam yield spread, terutama jika pasar mulai mengantisipasi perlambatan ekonomi di masa depan. 

2020-2021: Pandemi COVID-19 dan Respons Kebijakan Darurat

  • Event: Pandemi COVID-19 menyebabkan guncangan ekonomi global yang parah dan resesi singkat.
  • Faktor Pemicu:

o   Ketidakpastian Global: Tingkat ketidakpastian yang ekstrem mendorong "flight to quality" yang masif ke obligasi pemerintah AS, menekan yield.

o   Stimulus Moneter dan Fiskal: The Fed kembali menerapkan kebijakan QE dan menurunkan suku bunga ke mendekati nol untuk menopang ekonomi, yang sangat memengaruhi pasar obligasi.

  • Dampak pada Yield Spread: Terjadi lonjakan spread yang signifikan pada awal pandemi karena kepanikan pasar, diikuti oleh stabilisasi berkat intervensi besar-besaran dari The Fed dan pemerintah. 

2022-2024: Inflasi Tinggi dan Pengetatan Moneter Agresif

  • Event: Kenaikan inflasi yang signifikan (tertinggi dalam beberapa dekade) dan respons agresif The Fed dengan serangkaian kenaikan suku bunga.
  • Faktor Pemicu:

o   Inflasi: Kekhawatiran inflasi yang tinggi membuat investor menuntut imbal hasil yang lebih tinggi untuk mengompensasi hilangnya daya beli, terutama pada obligasi jangka panjang.

o   Kenaikan Suku Bunga Agresif: The Fed menaikkan suku bunga secara drastis untuk memerangi inflasi, yang secara langsung mendorong yield obligasi, terutama pada tenor pendek.

  • Dampak pada Yield Spread: Terjadi inversi kurva imbal hasil (yield spread jangka pendek lebih tinggi dari jangka panjang) pada beberapa titik di periode ini, sebuah indikator historis resesi yang akan datang, karena suku bunga jangka pendek merespons lebih cepat terhadap kebijakan The Fed. Spread kredit juga mungkin melebar karena kekhawatiran resesi.

Tidak ada komentar: