Rabu, Maret 12, 2008

Koran Rp. 1.000,- dan Stempel Merah

Bogor Vs Bangkalan
Salah satu kelebihan tinggal di daerah perkotaan seperti Bogor adalah kemudahan akses terhadap media massa, dalam hal ini surat kabar atau koran. Tentu di Bogor, yang berjarak kurang lebih 60 Km dari ibukota Jakarta, lebih mudah mendapatkan pilihan koran daripada ketika berada d
i Bangkalan, yang hanya berjarak sekitar 30 Km dari ibukota Jawa Timur, Surabaya. Di Bogor, terutama di tempat publik seperti terminal dan stasiun, hampir semua koran nasional ada di sana. Sedangkan di Bangkalan paling banyak hanya tersedia 4 koran lokal atau nasional.

Koran Rp.1.000,-
Fenomena menarik kalau diamati di Stasiun Bogor (Juga terjadi di beberapa tempat di Jakarta) adalah koran yang dijual seharga Rp. 1.000,- saja. Padahal harga eceran koran tertulis sekitar Rp. 2.500,- sampai Rp. 3.000,-, dan koran tersebut jika dijual di tempat lain, pembeli harus mengeluarkan biaya sebesar harga eceran tertera. Bagaimana mereka dapat melakukan strategi penerapan harga seperti itu?

Strategi Diskriminasi Harga
Strategi penerapan harga yang dilakukan pelaku usaha tersebut, salah satunya dapat didekati dengan teori mikro ekonomi yang disebut dengan diskriminasi harga. Dalam diskriminasi harga (price discrimination), penerapan perbedaan harga bukan didasarkan pada perbedaan dalam
biaya produksi dan atau biaya transportasi. Misalnya koran A seharga Rp. 3.000,- di Bogor, kemudian di jual di Cirebon seharga Rp. 3.500,-. Bila perbedaan Rp. 500,- itu disebabkan karena biaya transportasi, maka itu bukan kasus diskriminasi harga.

Syarat Suksesnya
Syarat pokok yang harus dipenuhi agar sukses melaksanakan strategi tersebut adalah:
  1. Adanya perbedaan elastisitas permintaan dari pasar yang dikenakan diskriminasi harga. Jika elastisitas permintaan di dua pasar tersebut sama, maka tidak dapat dilakukan strategi tersebut. Semakin elastis, permintaan di pasar tersebut (Jika harga diturunkan “sedikit saja” terjadi kenaikan permintaan yang “banyak”), maka disitulah harga yang diterapkan lebih rendah daripada di pasar yang lain. Dalam kasus koran Rp. 1.000,- di Stasiun Bogor, sedangkan di kios-kios lain harganya Rp. 3.000,-, berarti konsumen di Stasiun Bogor lebih lebih elastis (peka) terhadap perubahan harga jika dibandingkan dengan konsumen di kios-kios lain.
  1. Adanya pemisahan pasar. Pasar yang terpisah menyebabkan komoditas tidak beralih ke pasar yang lain. Jika tidak terpisah, maka konsumen dapat membeli untuk dijual kembali dipasar yang lain. Bagaimana mereka memisahkan pasar? Coba perhatikan koran Rp. 1.000,- yang saudara pegang. Di sudut kanan sebuah koran ternyata ada stempel merah. Stempel tersebut, contohnya bertuliskan “Stasiun Bogor” adalah upaya pelaku usaha untuk menjaga agar strategi diskriminasi harga berhasil. Artinya koran tersebut diisolir pasarnya, khusus untuk konsumen yang membeli di stasiun Bogor.


Penutup
Pengusaha harus jeli memahami kepekaan konsumen terhadap harga.
Semakin peka elastisitas permintaan pasar koran tersebut, misalnya di sekolah atau kampus-kampus, maka semakin berhasil strategi penerapan diskriminasi harga. Pemisahan pasar tidak hanya dilakukan berdasarkan tempat saja, tetapi ada juga koran yang menerapkan diskriminasi harga tersebut berdasarkan waktu. Sehingga koran tersebut yang diterbitkan lebih siang diberi stempel merah bertuliskan updated.

Konsumen tetap cukup merogoh Rp. 1.000,- saja. Selamat membaca koran murah. Semoga bermanfaat!

Tidak ada komentar: