Jumat, Februari 01, 2008

Balita Gizi Kurang

5,1 juta balita
Seorang Guru Besar Ilmu Pangan dan Gizi Masyarakat IPB mengestimasi bahwa saat ini ada 5,1 juta balita yang terancam mengalami gizi buruk (gizi kurang). Tentu pernyataan tersebut mengejutkan. Kalau kita sandingkan dengan data pemerintah tahun 2005 bahwa jumlah balita gizi kurang (BGK) “masih” tercatat 4,4 juta balita.

Padahal kalau kita baca penjelasan Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, bahwa ”Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap rakyat Indonesia, harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat” . Juga kalau kita baca Undang Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Pasal 8), bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental spiritual, dan sosial.”


Fenomena lain yang “sejalan” dengan BGK, juga mengejutkan. Jika kita baca bahwa satu dari lima Kabupaten di Indonesia beresiko tinggi terhadap tetanus pada bayi lahir dan ibu-ibu melahirkan. Angka kematian bayi, di Indonesia terjadi 31 tiap 1.000 kelahiran, hanya lebih baik dibandingkan dengan Kamboja (97/1.000) dan Laos (82/1.000). Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kita masih tertinggal. Singapura dan Malaysia memiliki angka kematian bayi, masing-masing 3 dan 7 per 1.000 kelahiran.

Pakar gizi dan dokter
Pakar gizi masyarakat Ir. Irianton Aritonang M.KM, menyatakan bahwa penyebab langsung kejadian gizi buruk adalah konsumsi makanan yang buruk dan adanya penyakit Bahkan antara asupan gizi dan penyakit terjadi interaksi yang saling menguatkan untuk memperburuk keadaan. Sedangkan Yetty Nency, MD. DSA, seorang Dokter spesialis anak, menyatakan bahwa gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan asupan makanan yang atau anak sering sakit / terkena infeksi.

Pendekatan ekonomi
Bagaimana pendekatan ekonomi pembangunan untuk BGK? What causes The determinants of human nutritional level can be analyzed using microeconomic consumption theory (Perkins, 2001). Jika dilakukan identifikasi beberapa faktor penyebab BGK, kemudian disandingkan dengan teori permintaan untuk konsumsi pangan maka didapat skema seperti di bawah ini.



Artinya masalah BGK dapat terjadi karena 3 sebab utama, yaitu: Harga pangan balita mahal, Pendapatan keluarga rendah, Selera dan pilihan gizi yang belum tepat. Solusi teoritis dari masalah BGK adalah: Penurunan harga pangan balita, Meningkatkan pendapatan keluarga, serta Mengubah selera dan pilihan menjadi sadar gizi.

Solusi
Bagaimana melaksanakan solusi teoritis tersebut? Tentunya tidak mudah. Kalau tanggungjawab kita limpahkan kepada pemerintah, maka dapat dilakukan upaya-upaya :

  1. Penurunan harga pangan balita, dengan melakukan subsidi harga pangan balita sehingga mengurangi harga pangan. Intervensi Gizi dapat dilakukan misalnya dengan pemberian makanan tambahan balita sehingga mengurangi harga dan biaya mendapatkan makanan bergizi.
  2. Peningkatan pendapatan keluarga dapat dilakukan dengan bantuan bersyarat bagi keluarga miskin yang memiliki anak balita (jangka pendek), Membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan upah minimum (jangka panjang).
  3. Mengubah selera dan pilihan menjadi sadar gizi, dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan tentang gizi balita, dan perencanaan jumlah anggota keluarga melalui posyandu dan kader gizi.

Selain upaya formal yang harus dilaksanakan pemerintah, penanggulangan BGK tidak akan berhasil jika kelembagaan masyarakat tidak mendukungnya. Karena itu adat, norma, dan sistem nilai masyarakat yang mendukung upaya penanggulangan BGK juga mempercepat teratasinya masalah tersebut. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: