Selasa, November 29, 2022

Nilai Tukar dan Inflasi

Hubungan Langsung

Dalam perekonomian tertutup

Hubungan nilai tukar dengan inflasi dapat dijelaskan dengan the law of one price atau hukum satu harga. Dalam perekonomian tertutup, hukum tersebut mengemukakan bahwa harga barang-barang yang sama jika dijual di dua tempat yang berbeda akan sama harganya. Hukum ini memang banyak diperdebatkan karena untuk mengangkut suatu barang dari suatu tempat ke tempat lain diperlukan biaya transportasi. Selain itu, kebijakan di suatu daerah akan berbeda dengan dengan daerah lain, misalnya, kebijakan yang mempengaruhi harga, seperti retribusi daerah, di suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya. Terdapat daerah yang mengenakan retribusi daerah dengan tarif yang rendah dan daerah lain dengan tarif yang tinggi sehingga terdapat kemungkinan harga yang berbeda di beberapa daerah. Perkembangan tersebut mendorong terjadinya modifikasi dari hukum ini. Perkembangan terakhir, hukum the law of one price lebih menitikberatkan pergerakan harga yang sama dari satu barang yang sejenis di dua tempat. 

Dalam perekonomian terbuka

Dalam perekonomian terbuka atau negara yang melakukan transaksi ekonomi dengan pihak luar negeri, the law of one price diartikan tingkat harga-harga umum barang-barang yang sejenis akan sama di setiap negara apabila dikonversikan dalam mata uang lokal dari masing-masing negara. 

Pengertian ini sering disebut dengan konsep absolute purchasing power parity (PPP), yang dapat diformulasikan sebagai berikut: P = S P* dimana P adalah tingkat harga di dalam negeri, S adalah nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang lokal dan P* adalah tingkat harga di luar negeri. 

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dapat diberikan contoh sebagai berikut. Misalnya, harga 1 (satu) botol Cocacola di Amerika Serikat sebesar 2 dolar Amerika Serikat (USD) dan 1 (satu) USD bernilai sebesar Rp8.500. 

Dengan mengacu pada PPP, maka harga cocacola impor 29 di Indonesia adalah sebesar 2 x Rp8.500 atau sebesar Rp17.000. Untuk penyederhanaan di sini dimisalkan biaya transportasi diabaikan dan tidak ada hambatan perdagangan (trade barrier), seperti tarif. 

Dengan mengacu konsep PPP di atas, dapat dijelaskan hubungan antara nilai tukar dan inflasi pada suatu negara. Harga barang-barang impor dipengaruhi oleh harga di luar negeri dan nilai tukar. Apabila harga di luar negeri meningkat, maka harga barang dalam negeri yang berasal dari impor juga meningkat. Dalam kaitannya dengan nilai tukar, apabila terjadi penurunan nilai tukar lokal terhadap mata uang asing atau depresiasi maka harga barang-barang yang diimpor juga meningkat. Sebagai contoh, nilai tukar rupiah dimisalkan sebesar Rp8.500 per satu dolar Amerika Serikat (USD). Kemudian nilai tukar rupiah mengalami depresiasi menjadi Rp9.000 per 1 USD. 

Depresiasi tersebut mengakibatkan Cocacola impor menjadi 2 x Rp9.000 = Rp18.000 atau lebih mahal Rp1.000 dibandingkan harga sebelum terjadinya depresiasi. Penjelasan di atas lebih menitikberatkan hubungan langsung antara nilai tukar dengan harga. Selain hubungan langsung, dikenal juga hubungan tidak langsung antara nilai tukar dengan harga.



Hubungan tidak langsung 

Hubungan tidak langsung nilai tukar dan harga ditransmisikan melalui permintaan domestik dan permintaan eksternal bersih atau ekspor dan impor. Mekanisme transmisi permintaan domestik dapat terjadi melalui perubahan harga relatif antara harga barang domestik dengan harga barang impor. Kenaikan harga barang impor relatif terhadap harga barang di dalam negeri akibat depresiasi mengakibatkan kecenderungan masyarakat untuk membeli lebih banyak barang di dalam negeri. Kenaikan permintaan tersebut dapat mendorong peningkatan harga-harga barang dalam negeri. 

Sementara itu, transmisi tidak langsung melalui permintaan ekternal bersih terjadi melalui mekanisme perubahan harga barang barang impor dan ekspor. Devaluasi nilai tukar mengakibatkan harga barang impor lebih mahal dan harga barang ekspor lebih murah. Kenaikan harga barang impor dapat mendorong terjadinya penurunan jumlah barang impor, sementara penurunan harga barang ekspor dapat meningkatkan ekspor. Secara keseluruhan kedua faktor ini akan meningkatkan permintaan eksternal bersih dan pada lanjutannya meningkatkan total permintaan agregat dan pada akhirnya meningkatkan laju inflasi.


Sumber:  

Iskandar Simorangkir dan Suseno, Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. PPSK BANK INDONESIA

Tidak ada komentar: