Sabtu, November 23, 2019

Kuliah Tamu Bank Indonesia 2019


Ringkasan Kuliah Umum Universitas Trunojoyo Madura.  
Bangkalan, 19 November 2019

“Global Economic Update: Tantangan dan Peluang Indonesia Menghadapi Ketidakpastian Ekonomi Dunia

Pemateri: Prayudhi Azwar, PhD
Assistant Director – Bank Indonesia Institute, Bank Indonesia

Kuliah Umum Kebanksentralan kerjasama BI Institute dengan FEB UTM secara khusus bertujuan:
  1. Memberikan gambaran terbaru perkembangan dan dinamika ekonomi beberapa negara utama dan kawasan.
  2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang mekanisme dan dampak gejolak ekonomiglobal terhadap kinerja perekonomian domestik.
  3. Memberikan pemahaman tentang tantangan dan peluang Indonesia agar tetap bersaing di tengah ketidakpastian global.

 Dinamika Ekonomi Global
Perkembangan dan dinamika perekonomian global terperangkap dalam ketidakpastian yang berkelanjutan. Laporan IMF pada Regional Economic Outlook tahun 2019, menunjukkan revisi penurunan pertumbuhan ekonomi pada tiap negara dan kawasan. Pelemahan investasi dan perdagangan menjadi penyebab utama penurunan pertumbuhan tersebut. Pemicu pelemahan investasi dan perdagangan sekarang, adalah terjadi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Respon Bank Sentral dari berbagai negara menghadapi situasi tersebut, dengan melakukan pelonggaran kebijakan moneter, melalui penurunan suku bunga kebijakan. Bank Sentral Amerika menurunkan Fed Fund Rate (FFR), dengan prediksi probabilitas pada penurunan 25 bps sampai dengan 50 bps tahun 2019-2020, dan target inflasi sekitar 2 persen. Respon Bank Sentral Tiongkok dalam menurunkan suku bunga masih terkendala resiko sektor keuangan dan properti. Kekhawatiran terjadi atau terulangnya krisis keuangan, adalah dengan melihat perkembangan antara spread yield Obligasi Pemerintah AS jangka waktu 10 tahun, dengan 2 tahun.    

Kondisi Ekonomi Indonesia
Kondisi Makro ekonomi Indonesia tidak terlepas dari melemahnya perekonomian global. Sisi Neraca Pembayaran Indonesia menunjukkan kondisi yang masih stabil dibandingkan kondisi tahun sebelumnya,  yaitu transakasi berjalan yang masih defisit, sedangkan transaksi modal dan finansial dalam kondisi positif. Cadangan devisa setara dengan 6-7 bulan impor dan pembayaran ULN Pemerintah. Defisit transaksi berjalan dibandingkan PDB berkisar pada angka 3 persen, dengan jumlah defisit yang makin meningkat sekitar -8,4 miliar dolar AS. Kondisi nilai tukar dan inflasi masih cenderung stabil, dengan transmisi kebijakan moneter yang masih berlanjut pada penurunan suku bunga kebijakan sejak bulan Juni 2019. Trend suku bunga perbankan cenderung turun sejak 2016. Tahun 2019 Indeks Stabilitas SistemKeuangan  dan Indeks Risiko Sistematik Perbankan relatif masih terjaga dengan baik. Prediksi pertumbuhan ekonomi oleh Bank Indonesia, tahun 2020 berada pada 5,1%-5,5% dengan inflasi 3,0%+-1%, cadangan devisa tetap seperti tahun 2019 pada 2,5-3% PDB, serta pertumbhan DPK dan Kredit lebih baik dibandingkan tahun 2019. 

Kebijakan: Tantangan dan Peluang
Saat ini bauran kebijakan makroekonomi menggunakan tiga kebijakan utama yaitu Price Stability for Sustainable Growth, Monetary Policy & Macroprudential, dan Exchange Rate Stability & Capital Flows Management.  Tercapainya kondisi tersebut dilakukan dengan Koordinasi, Komunikasi dan Protokol Krisis. Terdapat 5 strategi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, yaitu 1) Kebijakan tingkat bunga, 2) Kebijakan Nilai Tukar, 3) Manajemen arus modal, 4) Kebijakan Makroprudensial, dan 5) Kebijakan Koordinasi dan komunikasi. Salah satu contoh bauran kebijakan makroekonomi adalah kebijakan Countercyclical, yaitu integrasi  stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Trilema kebijakan moneter yang dijalankan oleh pemerintah, adalah dengan nilai tukar yang dibiarkan mengambang sesuai dengan kekuatan pasar, dengan  rezim devisa bebas, dan melakukan Kebijakan moneter dometik yang Independen.
Kondisi Indonesia masih berada pada middle income trap, salah satunya terkait dengan kondisi Gap antara Saving dan Investment. Peluang Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi sebelum tahun 2030, adalah dengan memanfaat bonus demografi dan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi pada tingkat 8 persen. Jika hanya tumbuh 5,6-5,8 persen maka dapat keluar dari pendapatan rendah tahun 2040. Keterbatasan yang dihadapi Indonesia dibandingkan negara setara, adalah 1) Kemampuan teknologi untuk mendorong inovasi,  2) Sumber Daya Manusia, 3) Keterbatasan kemampuan digital, 4) Transportasi dan distribusi Infrastruktur, serta 5) Pasokan/ketersediaan energi.
Peluang atau modal yang dapat menjadikan Indonesia menuju negara berpenghasilan tinggi, adalah 1) Adanya kelompok masyarakat berpenghasilan menengah di Indonesia, 2) Bonus demografis yang diprediksi mampu menyumbang tambahan 1% pada pertumbuhan PDB riil di Indonesia 2020-2050, dan 3) Potensi E-Commerce di Indonesia. Paradigma baru pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan ekonomi kreatif-inovatif. Sumber pertumbuhan ekonomi baru, adalah peran dari Inovasi yang hemat, dan kepemimpinan yang transformasional, sehingga mampu meningkatkan Kurva Batas Kemungkinan (Breakthrough Possibility Frontier). Hasilnya adalah pengembangan kerangka kelembagaan yang terintegrasi untuk inovasi.
Kunci keberhasilan negara adalah adanya inklusivitas pada 1) institusi untuk inovasi, jaminan hak cipta, 2) Akses ke pendidikan dan peluang maju untuk masyarakat luas, 3) Aturan / hukum untuk mekanisme check & balance, 4) Aturan untuk mendorong layanan publik, dan keterbukaan terhadap aktivitas baru, serta 5) Partisipasi masyarakat seluas mungkin dalam kegiatan pembangunan. Saat ini terjadi kesenjangan yang makin melebar pada struktur ekonomi domestik dan tantangan eksternal.
Ekonomi Syariah menjadi harta karun tersebunyi untuk menjadi mesin pertumbuhan yang berkelanjutan dan Inklusif, melalui: 1) peran Zakat pada aset produktif, 2) peran Zakat pada distribusi pendapatan, 3) larangan Riba, 4) Larangan Judi, 5) Partisipasi Sosial pada kepentingan masyarakat luas, serta 6) aktivitas ekonomi berbasis transaksi Muamalah. Dampak terhadap perekonomian akan menurunkan biaya produksi, menurunkan inflasi, peningkatan competitivenes, penurunan defisit neraca berjalan, serta peningkatan nilai tukar.




Tidak ada komentar: