Minggu, Oktober 11, 2015

Darmin Nasution dalam Dinner Talk Kongres ISEI XIX Surabaya, Tanggal 8 Oktober 2015

Pada saat nilai tukar rupiah melemah sebelumnya, masih banyak kelompok yang menikmati (memperoleh keuntungan) dari kejadian tersebut, yaitu para eksportir karet, kelapa sawit dll., tetapi saat ini tidak, karena pada saat yang sama harga komoditas dalam dolar turun, baik pertambangan maupun perkebunan. Industri yang dapat dikembangkan adalah yang mendukung program hilirisasi industri seperti pertambangan, perkebunan kelapa sawit. Permasalahan yang masih terjadi dan membebani setiap pertumbuhan ekonomi, adalah impor bahan baku dan barang modal. Karena itu harus dikembangkan industri bahan baku dan barang modal. Sektor riil relatif stabil, dengan indikator pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1997, paling tinggi sekitar 6-7%, paling rendah sekitar 4,8 %, beda dengan volalitas China, yaitu paling tinggi 10% sekarang 6,7 % demikian pula India. Hal tersebut terjadi karena driven by konsumsi dalam negeri. 

Sebaliknya yang terjadi pada sektor Finansial, (bukan perbankan tetapi financial account). Nilai tukar berfluktuasi karena banyaknya peranan asing dalam bidang permodalan dan keuangan, misalnya di SUN, pasar modal, sehingga jika terjadi sedikit isu maka akan lari, kemudian nilai tukar (kurs) akan terpengaruh. Hal tersebut dipicu karena Indonesia termasuk negara yang “lebih besar pasak daripada tiang”, artinya memerlukan banyak investasi, agar pertumbuhan tinggi. Memerlukan modal asing, melalui berbagai pintu, sehingga mendorong suku bunga naik, agar mereka tertarik datang.  

Perlu menggerakkan industrialisasi berorientasi ekspor. Kalau substitusi impor kecenderungannya melakukan proteksi, padahal bertujuan mendorong ekspor, karena itu tidak sinkron (kontradiksi). Harus mendorong industri yang menghasilkan bahan baku dan barang modal, tidak melalui proteksi tetapi melalui insentif. Jika memberikan insentif tertentu muncul lagi kontradiksi, karena kita memerlukan penerimaan pajak yang banyak, karena itu perlu mencari kebijakan yang optimal.

Paket deregulasi mencoba membuka ruang, kemudahan, dan kejelasan. Saat ini masih terjadi kerancuan masalah ijin dan persyaratan, misal IMB ijinnya satu, tetapi persyaratannya banyak. Keanehannya kita sering merubah standar menjadi ijin, karena ijin biasanya akan memunculkan birokrasi. Karena itu paket deregulasi berfungi mengembalikan kondisi tersebut, yang tentunya akan terjadi perubahan job description. Harus menggerakkan financial inclusion dari sektor keuangan ke kegiatan produktif, agar dapat menyerapkan tenaga kerja dan transformasi struktural berjalan baik.

Tidak ada komentar: