Rabu, Januari 02, 2008

Refleksi 2007

…dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ….

(QS. 59:18)

Apapun sistem dan perencanaan ekonomi yang dianut oleh suatu negara, baik market economy (Capitalism, market socialism), mixed economy, planned economy, traditional economy maupun parcipatory economics, tujuan ekonomi ideal yang ingin dicapainya adalah sama. Kondisi tersebut menurut grossman adalah kondisi ekonomi yang melimpah, adanya pemerataan dan keadilan, mengalami pertumbuhan, stabilitas ekonomi terjaga, kemerdekaan ekonomi, kedaulatan ekonomi, keamanan, perlindungan lingkungan, efisiensi, pengamalan dan perlindungan nilai-nilai dan keyakinan.

Untuk mencapainya tentunya tidak mudah. Kondisi perekonomian suatu negara pada saat ini adalah akibat dari akumulasi kebijakan negara tersebut dan kemampuannya beradaptasi dengan gejolak perekonomian dunia. Demikian juga dengan potret perekonomian Indonesia tahun 2007.

Dengan berbekal sumber daya manusia sekitar 230 juta penduduk (222,2 juta tahun 2006), tahun 2007 ekonomi tumbuh 6,3 %, artinya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya GDP atau The total market value of all final goods and services produced within a given period, by factors of production located within a country (Case&Fair), naik 6,3%, jika digunakan harga patokan tahun 2000.

Kenaikan harga secara umum, komoditas-komoditas terpilih yang diukur dari 45 kota saja yang ada di Indonesia, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi kenaikan 6,71% (sampai bulan Nopember 2007). Artinya harga-harga mengalami kenaikan, dan berarti sebagai seorang konsumen atau yang berbelanja, kehilangan daya beli sebesar angka tersebut. Dari perhitungan, percepatan inflasi tahun 1996 sampai tahun 2006 ternyata lebih cepat daripada laju inflasi tahun 1990 sampai dengan tahun 1997, jika ditinjau dari perkembangan inflasi dan GDP. Artinya harga-harga lebih cepat naik pasca 1996 daripada sebelumnya.

Nilai tukar kita terhadap dolar Amerika berada pada posisi 9.407 perdolar Amerika, masih dalam kisaran yang ”terantisipasi” oleh pemerintah. Tetapi hal tersebut dapat berubah cepat karena tergantung dari faktor eksternal seperti ekses likuiditas pasar keuangan global, suku bunga global dan pertumbuhan ekonomi negara-negara utama dunia, selain tergantung juga dari faktor dalam negeri seperti stabilitas makroekonomi, imbal hasil rupiah serta cadangan devisa yang dimiliki. Akibatnyapun bagi eksportir dan importir berbeda, jika rupiah menguat baik bagi importir, jika melemah membuka peluang eksportir untuk mendapatkan dolar lebih banyak (tentunya hanya beberapa waktu).

Lembaga keuangan perbankan yang diharapkan menjadi intermediary institution bagi perekonomian, menunjukkan peningkatan kredit dari seluruh bank umum yang ada dengan pertumbuhan didominasi oleh kredit konsumsi, meskipun pangsa terbesarnya adalah kredit modal kerja. Upaya pemerintah menurunkan BI rate menjadi 8% yang diikuti dengan penurunan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), harusnya menjadi pemicu dan berpotensi bagi perbankan untuk berani menyalurkan kredit dan pembiayaan kepada masyarakat. Dari total dana masyarakat yang dihimpun perbankan nasional mencapai Rp. 1.419 triliun (Oktober 2007), ternyata hanya mampu disalurkan sebagai kredit sebesar Rp. 937 triliun, berarti masih ada Rp. 482 triliun yang tidak disalurkan kembali kepada masyarakat di sektor riil, tetapi ditempatkan antara lain untuk membeli SBI.

Perbankan syariah saat inipun hanya diliirik oleh 2,6 juta nasabah. Proses sosialisasi harus terus dilakukan sehingga total aset perbankan syariah (Rp. 31,8 triliun) dapat meningkat, yang saat ini baru mencapai 1,72% dari total aset perbankan nasional (Rp. 1.850 triliun). Dengan besarnya aset diharapkan nantinya mampu memperbesar peluang bank syariah menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat. Saat ini Financing to Deposit Ratio (FDR) atau perbandingan pembiayaan dengan pengumpulan dana dari masyarakat, bank syariah mencapai 102,65%, artinya penyaluran dananya di atas 100% dari dana yang berhasil dihimpun oleh bank, jauh lebih baik daripada yang dilakukan bank konvensional dari sisi fungsi intermediasi.

Beberapa hambatan perekonomian dalam negeri yang harus diatasi adalah kemiskinan dan penganguran yang sangat tinggi mesipun pertumbuhan ekonomi naik sesuai target pemerintah. Penduduk miskin di Indonesia masih berkisar 39,3 juta orang atau sekitar 17,75% dengan menggunakan garis kemiskinan Rp/Kapita(orang)/Bulan 151.997,- , angka tersebut dapat berubah jika digunakan indikator yang lain seperti USD 1/kapita/hari dan bahkan melambung tingi jika digunakan indikator bank dunia lainnya yaitu USD 2/kapita/hari. Kebutuhan hidup minimum perbulan pekerja tercatat rata-rata Rp. 719.834,- sedangkan Upah minimum propinsi tercatat rata-rata Rp. 602.702,-. Di sektor tenaga kerja, pengangguran terbuka mencapai 10,28% dari angkatan kerja yang ada. Angka setengah pengangguran (Orang yang bekerja di bawah 35 jam/minggu) mencapai 29,1% atau sekitar 29,1 juta penduduk, dan dari jumlah tersebut yang masih mencari pekerjaan lain atau yang masih menerima pekerjaan lain sebesar 15,32 juta orang.

Dari gambaran tersebut tentunya yang harus dikaji adalah pertumbuhan ekonomi yang belum sejalan dengan sektor tenaga kerja dan lamban mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Sumber pertumbuhan ekonomi secara sektoral ternyata didominasi oleh sektor jasa (non-tradable) yang memilki penyerapan tenaga kerja lebih kecil dari pada sektor primer, apalagi mayoritas pengangguran didominasi oleh less educated, bahkan pendidikan kurang dari sekolah dasar masih berkisar 30% demikian pula dengan lulusan SLTP.

Kebijakan sektor riil berupa kebijakan perbaikan investasi swasta dengan memangkas birokrasi, biaya administrasi dan melakukan harmonisasi kebijakan dengan daerah, serta insentif perpajakan bagi dunia usaha harus dilaksanakan.
Selain itu komitmen pemerintah dengan percepatan pembangunan infrastruktur juga mutlak harus dilaksanakan.

Jika ditinjau dari pencapaian pembangunan Indonesia dibandingkan dengan negara lain, juga masih memprihatinkan. Indek pembangunan manusia atau HDI (Human Development Index) yang mengukur pencapaian tiga dimensi pokok pembangunan manusia, yaitu dimensi kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak secara rata-rata. Dimensi kesehatan diukur berdasarkan indeks harapan hidup, dimensi pendidikan diukur berdasarkan angka melek huruf dan rasio anak usia sekolah yang bersekolah. Standar hidup layak diukur berdasarkan nilai GDP per kapita. Indonesia tahun 2007/2008 berada pada posisi 107 dunia.
Kalau dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN maka posisi Indonesia jauh di bawah Singapura (25), Brunai (30), Malaysia (63), Thailand (78), dan Philipina (90). Bahkan Indonesia berada di bawah Vietnam (105), sebuah negara yang berada di bawah rejim komunis dan lebih muda kemerdekaannya.

Pesta olah raga asia tenggara Sea Games XXIV Nakohn Ratchasima Thailand yang menempatkan Indonesia pada urutan keempat di bawah Thailand, Malaysia dan Vietnam dalam perolehan medali, harus semakin menjadi penyadaran bagi sebuah bangsa yang tidak dikelola dengan baik. Static Advantage yang dimiliki Indonesia berupa sumberdaya alam dan sumberdaya manusia belum mampu dikelola menjadi comparative advantage bahkan competitif advantage sebagai bekal untuk bersaing dan bersanding dengan bangsa-bangsa maju sehingga idealisme ekonomi grossman dapat terwujud segera.

Semoga tahun 2008, perekonomian Indonesia menjadi lebih baik, tidak menjadi bangsa yang merugi apalagi bangsa yang celaka karena tidak memanfaatkan dan mengelola karunia ekonomi bangsa ini dengan baik.

3 komentar:

ipam nugroho mengatakan...

saya pernah baca di salah satu suratkabar, mengenai survey dari lembaga riset internasional tentang optimisme bangsa ini terhadap perubahan ekonomi ternyata hanya 21 % yg pada optimis, lha yang lainnya pada kemana? sedangkan yang tertinggi diraih oleh Hongkong yang masyarakatnya optimis mencapai 71 %.:(

ris yuwono y nugroho mengatakan...

Begitulah mas, ketidakmampuan mengelola sdm dan sda melalui pendidikan, penelitian (learning advantage) yang istiqamah. Aspek budaya, etika dan etos bangsa juga sering terlupakan,(film last samurai bisa dijadikan renungan), kita lupa mas kalau punya Pancasila.

Slamet Widodo mengatakan...

mungkin hanya satu kata yang bisa menjawab tulisan ini.

"semoga"