Minggu, Januari 06, 2008

Bencana dan uji Inflasi

Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi
supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu,

(dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan
agar kamu mendapat petunjuk (QS 16:15)


Bencana datang
Rutinitas pergantian tahun yang dahulu semarak dengan pesta pergantian tahun dan count down party, belakangan pesta itu selalu diiringi oleh tangis duka bangsa karena bencana alam dimana mana. Rutinitas gempa, gejolak gunung berapi, luapan air sungai dan laut tidak putus menghias media massa. Bengawan solo yang tenang dinyanyikan sosok gesang, kini ikut bersuara lantang menerjang sampah-sampah yang selalu dilemparkan kepadanya.

Kerugian sektor pertanian saja sementara per 5 januari 2008 akibat bencana dalam beberapa hari, mampu menyapu 13.000 hektar sawah dengan kerugian sementara ditaksir sekitar Rp. 470,- miliar, sementara 62 ruas jalan dan 213 jembatan rusak.

Dampak kejadian tersebut seakan menantang para pejabat yang pada saat yang sama mentargetkan inflasi tahun 2008 sekitar 5% tetapi dengan plus minus 1%., jadi antara 4% sampai dengan 6%. Inflasi akhir tahun 2007 mencapai 6,59% lebih baik dari tahun lalu dengan angka tipis 6,60%. (Angka yang runtun dan cantik?)

Inflasi
Inflasi (lawannya deflasi) merupakan kondisi yang menunjukkan kenaikan harga secara umum (banyak barang dan jasa) selama periode tertentu (misalnya satu bulan atau satu tahun). Perhitungan yang paling poluler digunakan dan sering didengar publik adalah menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). Artinya harga yang digunakan adalah harga di tingkat eceran atau konsumen.

Pencatatan sejak Januari 2004 oleh BPS, dilakukan terhadap pergerakan harga-harga barang dan jasa “hanya” di 45 kota, barang dan jasa dibedakan menjadi 7 jenis dengan total komoditas sebanyak 744 komoditas. Klasifikasi tersebut adalah: 1. Bahan makanan 2. Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau, 3. Perumahan. 4. Sandang 5. Kesehatan 6. Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga 7. Transpor dan Komunikasi.

Tahun dasar yang digunakan sekarang adalah tahun 2002. Artinya jika akhir tahun 2002 angka indeks barang dan jasa yang tercatat sebesar 104.44, maka dianggap sama dengan 100. kalau pada tahun 2003 angka indeks menjadi 109.83, maka terjadi inflasi sebesar 5.16% pada akhir tahun 2003 jika dibandingkan akhir tahun 2002 (terjadi kenaikan indeks harga dari 104.44 menjadi 109.83).

Test case inflasi
Fenomena bencana alam banjir yang melanda Jawa Tengah dan Jawa Timur terutama sepanjang bengawan solo menjadi sebuah test case, apakah akan tercatat dan memicu inflasi? Kita akan tunggu kehandalan pencatatan dari badan pemerintah setidaknya dengan mencermati catatan inflasi bulan Januari, Februari dan Maret 2008 nanti.

Apakah ”kerajang” barang dan jasa yang digunakan pemerintah yang untuk mencatat sumber ”aktivitas inflasi” mampu menangkap fenomena tersebut? Sementara kota yang dipakai untuk mewakili inflasi di Jawa Tengah, hanya kota Cirebon, Purwokerto, Surakarta, Semarang dan Tegal, sedangkan Jawa Timur hanya diwakili oleh kota Jember, Kediri, Malang dan Surabaya. Sedangkan kenaikan harga yang dirasakan masyarakat di Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Ngawi, Madiun, Blora, Bojonegoro, Tuban dan Gresik, potretnya diwakili oleh orang lain.

4 komentar:

geka mengatakan...

Yang penting mungkin adalah penanganan struktur ekonomi, bagaimana mencari jalan keluar yang baik dan cepat terhadap masyarakat yang terkena bencana. Karena selama pemerintahan SBY-JK ada kesan se akan2 mudah berjanji tapi lambat dalam follow up nya.

ris yuwono y nugroho mengatakan...

Setuju gus. Infrastruktur cepat diperbaiki, suprastruktur diperkuat. Pengelolaan dan pengawasan anggaran jangan dilupakan. Terima Kasih.

SeeHarrie mengatakan...

Kata sebagian orang, dibalik bencana pasti ada hikmahnya.
Dengan adanya bencana, maka pemerintah "dipaksa" untuk melakukan pembangunan/rehabilitasi di daerah bencana. Mestinya dengan pembangunan infrastruktur, sarana & prasarana yang baru, maka pertumbuhan ekonomi dapat dipacu dengan cepat. Minimal angka pengangguran bisa dikurangi karena banyak pekerjaan pembangunan jembatan, rumah dan perkantoran. Tetapi sayag sekali, dana bantuan korban bencana sering disunat, sehingga di daerah bencana sering kali tidak ada rehabilitasi/ pembangunan kembali. Bahkan setelah beberapa tahun, yang namanya korban bencana masih saja tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sungguh kejam para penyunat Dana Bantuan Bencana.

Slamet Widodo mengatakan...

butuh pemimpin yang progresif....
angkatan kita2 siapa ya?
ah... entahlah ketika sudah terbuai oleh rupiah, semua bisa berubah.
semoga kita tidak....
:P